Minggu, 04 Juni 2017

Hal yang dibenci allah.

Perceraian.
Allah sangat membenci hal itu, meski Dia mengahalalkan.
2 orang semula diikatkan atas nama tuhan, namun kemudian memutuskan untuk berpisah. Itu mungkin yang membuat tuhan sedih. Sehingga tuhan membencinya .
Adanya banyak kisah dibalik berpisahnya dua insan. Ada banyak alasan yang kemudian menjadi alasan mereka berpisah.
Meski anak yang lucu dan sehat pun tak mampu menyatukan keduanya kembali.
Oh, tuhan... jangan pernah terus menerus menyalahkan kami kaum perempuan. Kami tak pernah sedikit pun untuk pernah mau membangkang terhadap suami. Namun, apa daya kami, jika sang nakhoda tak mampu membawa bahtera ke tempat yang lbh aman bagi kami.
Jangan mengutuk kami sebagai perempuan terlaknat karena menggunggat sang nakhoda yang gagal membawa bahtera dan penumpangnya kepada jalan yang semestinya.
Apakah lelaki diciptakan untuk tak mendengar jeritan perempuannya?
Apa lelaki diciptakan begitu egois sehingga cenderung merendahka perempuannya ?
Wahai lelaki, bisa saja kau renggut segalanya dariku,masa mudaku, kesetiaanku, hartaku dan kebahagiaanku.
Namun kau takkan pernah bisa merenggut anakku. Dia adalah masa depanku.
Silahkan kau ambil semuanya, tapi sisakan 1 saja untukku, yaitu anakku.
Aku tidak minta apa2 lagi..
Aku akan hidup deminya
Jangan pisahkan aku dari dia.
Aku akan mati jika kau pisahkan aku dari anakku.
Silahkan kau menikah lagi, bangun keluarga baru. Berbahagialah..
Tapi, aku hanya akan hidup dan menyisakan usiaku hanya untuk membesarkan anakku. Itu sudah cukup.

Aku adukan kau pada tuhanku.

Bisa apa kamu bila ku adukan sikapmu pada tuhanku?
Sikapmu tak adil, ku adukan pada yang maha adil.
Mana janjimu untuk memperlakukan aku dengan baik? Tak seperti ketika kamu lantang mengikrarkan ijab kabul.
Mana hormatmu setelah ku kandung dan kulahirkan anakmu?
Mana sayang yang kau berikan saat ku menyusui dan merawat anakmu dengan baik?
Akan ku gugat kau kepada tuhanku!
Setelah perlahan-lahan kamu merenggut hak hak ku sebagai istri.
Sedikit demi sedikit kau penggal kewajibanmu.
Mungkin kamu merasa sudah melakukan hal yang benar, tanpa pernah mempertimbangkan bagaimana aku dan anakmu. Bagaimana pendapatku, bagaimana cara mengahargaiku, cara bagaimana menghormatiku, cara bagaimana kau memperlakukanku dengan ma'ruf.
Apa kelak di hadapan allah kau sudah siap memberi jawaban ? Saat Dia bertanya apa kau sudah memenuhi hak ku dengan layak? Apa kau sudah benar2 menafkahiku dengan ma'ruf?
Bisa apa kau jika kenyataannya aku harus begitu susah payah menyambung hidup, menjamin anak kita, sedang kau sibuk untuk urusan saudara2mu yang bukanlah kewajibanmu.
Apa nanti kelak tuhan akan bertanya dan menuntut pertanggung jawaban kepadamu mengenai adik2mu? Tidak.. karena mereka adalah tanggung jawab orang tuanya.
Yang akan tuhan tanyakan adalah aku dan anakmu.
Bisa apa jika ku gugat kau kepada tuhanku?
Padahal akulah satu2nya perempuan yang siap menemanimu sampai maut. Tapi kamu sudah mengabaikanku.

Kamis, 13 Oktober 2016

sebuah nama yang ku benci.

Hati perempuan memang bak samudra yang sulit diselami hingga ke dasar yang terdalam, sulit dimengerti dan tak mudah di fahami. Bahkan terkadang dirinya sendiripun kesulitan untuk mengungkapkan apa yang dia rasakan. Terkadang ada beberapa hal yang menjadi rasahasia hidupnya yang sampai meninggalpun dia bawa perasaan itu, tak ada yang tahu kecuali oleh tuhan.
Sepertiku, ada satu nama perempuan yang sangat aku benci, ini berkaitan erat dengan perempuan di masa lalu suami. Perempuan itu adalah cinta pertama suamiku, yang cintanya paling bertahan hingga bertahun-tahun mereka dewasa. Apa suamiku mencintaiku ? aku sangat yakin dia mencintaiku, sangat mencintaiku. Dia suami yang begitu pengertian, selalu berusaha mewujudkan apa yang aku inginkan, tak pernah marah dan lucu. Tapi aku tetap saja iri pada perempuan itu, aku iri mengapa dia yang menjadi cinta pertama suamiku, melewati masa remaja dan dewasa bersama-sama, menjalani perasaan yang sama bertahun-tahun.
Meski mereka telah berpisah, tetap saja aku jika mendengar namanya mendadak sensitif, aku takut jika mereka tak sengaja bertemu, aku akan dikalahkan oleh kenangan. Aku sering mendengar, berapa banyak lelaki beristri yang kembali jatuh cinta pada perempuan masa lalunya yang tak pernah dia dapatkan. Sungguh tuhan, aku takut jodohku dengannya tak panjang, padahal akku ingin bersamanya sampai nantidi syurga, berkumpul kembali dengan anak dan cucu kami.
Jujur, aku merasa minder sebagai seorang istri. Dari segi fisik aku punya banyak kekurangan, dibanding dengannya yang terlihat seperti perempuan modern masa kini, berambut panjang, hitam dan lurus, kulit sangat putih, langsing, mungil dan sexy. Its oke, kalau dari segi intelektual aku yakin lebih unggul. Tapi percayalah, perempuan mana yang rela kalah dalam soal fisik? rasanya tak ada...
Sesekalli aku membayangnkan, jika kelak aku bertemu langsung dengannya, apa yang harus aku lakukan? apa yang harus aku katakan? aku takut tak bisa menyembunyikan ketakutanku selama ini. Apalagi aku tak pernah bisa membayangkan, jika kami bertiga (aku, suami dan perempuan itu) bertemu tanpa sengaja. Rasanya aku tak akan berani mendongkakan wajah, menatap wajah suami dengan segala ekspresinya nanti, apa dia akan terkejut, apa dia akan senang, apa dia akan bahagia, apa dia akan serba salah, apa dia akan berdebar kembali, apa dia akan.. akan kembali jatuh cinta? lantas saat malam tiba, ketika akupun pura-pura tertidur pulas, dia berani membuka memorinya bersama perempuan itu, kembali menemukan gairah mudanya yang indah, lantas tak memikirkan adanya aku yang tengah pura-pura tidur disampingnya.
Aku tak pernah punya mantan, aku tak pernah pacaran, tapi aku pernah jatuh cinta. maka dari itu aku bisa perlahan-lahan dan pasti bisa melupakan mereka yang ada di masa laluku.
Tapi,
suamiku punya mantan, suamiku pernah pacaran, dan dia juga pernah sangat tergila-gila. Maka dari itu aku takut menjadi perempuan yang dikalahkan oleh kenangan...

Minggu, 27 Maret 2016

jodoh

satu perempuan yang telah jadi ibu yang biasa saja,bahkan kerut wajahnya tampak bermunculan secara perlahan-lahan, tidak terkenal dan tidak terlalu cantik dan tidak terlalu berprestasi, mungkin saja dahulu mempunyai rahasia yang mungkin orang tak akan mempercayainya. siapa sangka mungkin, dahulu ketika semasa gadisnya, dia pernah dicintai oleh seseorang yang kini menjadi orang terkenal di seantero negeri, lelaki yang jauh lebih tampan, kaya dan terkenal jauh berbeda dengan suaminya.
seindah apapun hubungan mereka dahulu tetap saja hanya sebuah kenangan dan cerita, keduanya tak bersatu karena masalah 'bukan jodoh'. memang keduanya pernah sama-sama menyukai, namun tuhan punya skenario lain, akhirnya keduanya berpisah tanpa alasan yang jelas, kemudian menikah dengan jodohnya masing-masing.
hanya saja, sempat tak habis pikir bagaimana hati perempuan 'masa lalu' nya ini melihat setiap waktu lelaki 'masa lalu' nya menjadi lelaki sukses dan berseliweran di muncul di televisi. pasti berat, tapi inilah yang saya sebut takdir, tak ada sesuatupun yang dapat menolaknya, manusia hanya menjalani kehidupan baik itu tanpa atau dengan rencana. sesekali mungkin hatinya berharap bisa kembali ke masa lalu, memperbaiki semuanya agar bisa berjodoh dengan 'masa lalu' nya, hanya saja itu tetap mustahil. tetap mustahil.

Jumat, 30 Januari 2015

Kebiasaan jajan dengan terbentuknya generasi


“Didiklah anakmu dengan kesulitan” kening saya langsung berkerut membacanya, “Agar mereka tumbuh dan mengerti betapa besar karunia Allah”. Yup! Saya langsung mengerti setelah selesai membaca nasihat tersebut. Jujur, saya setuju 100 % dengan pepatah ini. Mengapa?
Orang tua zaman sekarang banyak berbeda dengan orang tua zaman dahulu dalam hal mendidik anak. Ibu-bapak kita bahkan nenek kakek kita dibesarkan dengan segala kesulitan hidup, kita tak bisa menyalahkan zaman, karena memang zaman kita dan anak kita pun sudah sangat berbeda, semua generasi punya jiwa zamannya sendiri. Di sisi lain, ada beberapa bentuk ‘didikan’ orang tua zaman dulu yang patut kita terapkan kepada anak cucu kita. Bentuk didikan inilah yang saya fikir tak banyak diterapkan oleh orang tua zaman sekarang, kini para orang tua cenderung memberikan segala kemudahan terhadap anak, banyak yang tidak tega dan tentu tidak ingin anaknya mengalami segala kesulitan yang pernah dialaminya dulu. Padahal, bentuk kasih sayang inilah yang nantinya menjadi boomerang bagi si orang tua.
Dalam hal kecil saja dan bisa dikatakan sangat sepele tapi dampaknya begitu besar terhadap perkembangan mental si anak kelak ketika dia dewasa. Kita ambil contoh kecil itu yakni : JAJAN. Banyak orang tua yang membiasakan anaknya untuk ‘mengenal ‘ jajan di usianya yang masih sangat kecil. Mungkin awalnya hanya berniat untuk meredakan tangisan anak yang lagi rewel, atau mungkin bagi beberapa orang tua ‘jajan’ ini merupakan bentuk kasih sayang, bahkan ada yang berfikir jajan adalah bagian dari kebutuhan sang anak.
Padahal kebiasaan jajan ini punya dampak negative bagi perkembangan mental anak, banyak anak yang dibesarkan dalam kebiasaan jajan ini menjadi pribadi yang konsumtif dan manja, di mana ketika dia punya keinginan harus dikabulkan saat itu juga, entah orang tuanya punya uang atau tidak. Demikian, anak tumbuh menjadi pribadi yang pemaksa, dimana sang anak berfikir bahwa tugas orang tua lah yang harus memenuhi segala kebutuhan anak, tidak peduli ada atau tidak uang yang dimiliki. Sehingga anak tidak bisa menerima sebuah penolakan dan sebuah kenyataan bahwa mereka harus ‘berjuang’ sendiri untuk mendapatkan apa yang mereka inginkan melalui sebuah proses.
Contoh kasus banyak diberitakan anak yang tega membacok sampai membunuh orang tuanya hanya gara-gara tidak diberikan sepeda motor, padahal si anak masih SMP!. Kadang saya tak habis pikir, hanya karena alasan jarak anak-anak ini tak mau jalan kaki, atau alasan gengsi karena punya motor ke sekolah itu keren.
Beruntunglah saya, mendapat didikan prihatin padahal orang tua saya bisa dibilang ‘berada’. Sedari kecil ketika tukang dagang lewat di depan rumah, hampir semua anak tetangga seusiaku berebut dan merengek untuk minta dibelikan, tapi saya dan adik juga kakak saya malah anteng bermain tanpa ada keinginan untuk jajan. Ketika SMP, jarak sekolah dan rumah sekitar 4km, ketika anak yang lain memakai ojek atau di berikan motor, saya tetap memilih jalan kaki –pulang pergi-, si SMP inilah saya mendapatkan tanggung jawab untuk mengelola uang untuk pertama kalinya, uang tersebut sebesar Rp20000 per bulan, saya tabungkan ke bank. Untunglah saat itu saya selalu membawa bekal nasi ke sekolah. Beranjak SMA, suang bulanan sebesar Rp150,000,- per bulan (untuk angkot, LKS dan SPP).
Ketika istirahat tiba anak-anak lain sibuk menyerbu tukang dagang, tapi saya dan segelintir teman-teman lebih memilih sholat dhuha sampai istirahat selesai. Di SMA inilah saya mulai menggunakan sepeda kumbang yang begitu saya ingin miliki –korban film-film korea- teman saya yang lain tentu banyak yang memakai motor, namun saya tidak pernah minder, justru saya sangat bangga bisa mengayuh sepeda (terasa jadi persis seperti artis korea hehehe.. sepeda ria ini berlanjut sampai saya bekerja). Ketika di Universitas, Alhamdulillah saya mendapatkan beasiswa sebesar Rp3000,000,- per semester (uang ini tetap utuh saya tabungkan) dengan subsidi uang Rp 250,000,- per bulan (untuk makan, buku, foto copy, warnet, ongkos dll), memang tak cukup, tapi saya tak menyerah, kebetulan saya aktif di berbagai organisasi dan disitulah kadang saya mendapatkan konsumsi atau sekedar snack saja, jika acara wisuda datang saya bersama teman berjualan donat atau kripik pedas dikampus, pernah juga menjadi pegawai dibagian gudang (harus angkut sana angkut sini) di salah satu mall di Bandung. Padahal, mungkin saya bisa saja minta kepada orang tua uang tambahan, minta ini itu (motor, laptop, uang jajan dll). Entah, saya selalu malu untuk meminta dan selalu berfikir orang tua saya pun sudah lelah untuk membiayai sekolah anak-anaknya.
Soal saya pernah bekerja ini itu dan jualan ini itu, orang tua tak pernah tahu karena pasti mereka akan melarang. Saya baru bisa menceritakannya setelah saya lulus. Hehehe… Makanya, saat saya lulus dan sejenak menjadi pengangguran selama 1 bulan saya terhitung bukan pengangguran kere. Hehehe… pertama kali bekerja menjadi pengajar di sebuah bimbel gaji pertama yang saya dapatkan adalah Rp80.000,- per bulan. Tragis…! Tapi itu menjadi pemicu saya untuk lebih semangat dan rajin bekerja, perlahan-lahan gaji saya naik. Tawaran mengajar pun kembali datang di sebuah sekolah dasar swasta, kehidupan saya pun semakin baik. Perbulan saya bisa mendapatkan gaji Rp 600,000 per bulan sampai Rp 800,000 per bulan. Oh, ya.. semenjak lulus uang subsidi dari orang tua tak pernah lagi saya terima.
Dari hasil yang tak seberapa saya bisa berqurban dan membeli perhiasan sendiri.. mungkin dari pengalaman saya ini terlihat saya mempunyai orang tua yang ‘kejam dan pelit’. Bukan, mereka bukan seperti itu, orang tua saya berprinsip kepada kami anaknya, “harus bisa belajar hidup sederhana, kalau nanti kelak kalian berumah tangga dan harus menemani suami dalam keadaan dari nol kalian bisa bertahan”.
Dan, Alhamdulillah pendidikan yang orang tua berikan begitu bermanfaat, tentunya saat saya harus tetap mendampingi suami yang dimana pernikahan kami harus dimulai dari nol, harus bisa bertahan, setia, bersabar dan tetap yakin untuk kedepannya. Yang paling terpenting adalah, saya bisa mengelola keuangan keluarga.
Nah, masihkah anda menganggap jajan adalah bentuk kasih sayang? Semoga pengalaman hidup ini bisa menjadi ibroh bagi kita semua, termasuk saya sendiri yang kini sudah menjadi orang tua. Hihihi…
Anda boleh setuju, boleh tidak..

Salam lima jari, bye.. bye…
Rancaekek, 28 januari 2015.
Maryanah_strong.

Keajaiban dari doa


“Doa adalah senjata orang muslim” hadist ini betul sekali. Tentu masing-masing dari kita pernah merasakan dari keajaiban doa ini, entah itu mungkin dari yang asalnya sakit jadi sembuh, dari asalnya putus asa jadi optimis, dari miskin menjadi kaya dan banyak contoh lainnya.
Sedikit pengalaman yang ingin saya bagi, mudah-mudahan bisa menjadi penyemangat bagi semuanya, termasuk bagi saya sendiri agar bisa terus mengingat begitu luas karunia Allah SWT dan sesuai firman-Nya :
“ bersama kesulitan ada kemudahan, dan bersama kesulitan ada kemudahan” (Qs. Al-insyirah 5-6)
Keajaiban pertama yang pernah saya alami adalah ketika ingin sekali kuliah. Bukan karena masalah biaya, tapi saya begitu menyadari keterbatasan otak dalam hal pelajaran, terutama pelajaran Matematika, Fisika, Kimia, Bahasa Inggris, Bahasa Arab, Akuntansi dan Ekonomi (hihi… maaf kebanyakan >< ‘), di luar pelajarann itu saya suka terutama Sejarah, PKN, Agama dan Bahasa Indonesia.
Setiap pembagian raport tiba adalah moment paling mendebarkan dalam hidup saya, karena setiap usia dibagi rapor dan pulang ke rumah pasti Mamah men-Damprat pipi saya ( Plak..!.), hasil Matematika, Bahasa Inggris dan Akuntansi saya selalu merah. Entah bagaimana pikiran saya saat itu sampai saat ini pun saya tidak mengerti kenapa kejadian Damprat itu selalu terulang setiap tahun. Hahaha…
Tibalah untuk ujian masuk Universitas, di sanalah saya benar-benar baru punya keinginan untuk belajar, tapi mungkin sudah telat karena dalam waktu singkat harus menjejal semua pelajaran yang saya tidak suka. Iseng-iseng ikut PMDK tidak lolos, hiks.. beruntunglah saya adalah orang yang punya potensi ‘semangat 45’, gagal di PMDK saya berjuang di SPMB. Kala ujian SPMB ini sumpah, saya sambil merem saat mengisi Matematika dan Bahasa Inggris. Jujur, angka-angka dan huruf di kertas itu bagaikan sisa-sisa nasi yang berserakan, ingin sekali menyapunya. Sambil menunggu pengumuman selama kurang lebih sebulan lamanya, saya betul-betul pasrah. Terbayang sudah saya gagal, mungkin masa depan saya ada di kursi pelaminan atau tidak sedang menggunting rambut orang di salon. Heu..
Doa! Y a saya berdoa sangat keras. Semua salat sunah saya kerjakan, dari mulai solat Dhuha, Solat tahajud dan sholat hajat. Tak lupa, berzikir dan mengaji surat Al-Waqiah (sampai saya hafal surat Al-Waqiah). Setiap salat dan mengaji air mata selalu berlinang… sumpah ini nggak lebay!.
Sebulan kemudian…
Tak ada namaku di Koran yang saya beli sebelum azan shubuh. Saya gagal SPMB! Saya putus asa? Tidak! Saya harus kuliah bagaimana pun caranya!. Doa lebih saya perkuat. Keajaiban pun datang, tak lama setelah hari pengumuman SPMB datang, tiba-tiba Pak Pos datang. Alangkah bahagianya saya ternyata si Pak Pos mengantar sebuah surat.
Ini bukan sembarang surat, melainkan surat lulus PMDK jalur khusus (berhubung penambahan kuota) apalagi dari Universitas yang saya inginkan dan jurusan yang saya sangat sukai. Alhamdulillah, lewat doa Allah memberiku jawaban dan kesempatan kedua. Rezeki yang tidak disangka-sangka bukan? Saat itu saya berjanji akan belajar dengan giat dan sungguh-sungguh. Nazar saya lunas, terbukti saya lulus tepat waktu bahkan bisa di bilang paling awal dari pada teman-teman yang lain dengan IPK yang sangat memuaskan.
Keajaiban kedua saat saya tengah begitu didesak untuk menikah oleh keluarga, berhubung usia saya sudah 24 tahun, sudah saatnya menikah. Kala itu saya naksir berat sama teman sepekerjaan saya, hanya saja lelaki itu terus menggantung hati saya di pohon beringin hahaha… dia tidak pernah memberi saya kepastian, malah mundur seribu langkah ketika di ajak ke arah serius. Lalu ada juga pilihan lain dari keluarga, lelaki yang masih kerabat. Statusnya duda dan usianya jauh lebih tua dari saya. Saya pun menolaknya dengan perjuangan yang cukup berat karena harus berselisih dengan keluarga yang cenderung memaksa. Apa karena dia duda? Atau sudah berumur? Tidak! Sama sekali bukan itu alasannya. Satu saja yang bisa saya ungkapkan yakni hati saya tidak ridho. Bukan karena tidak cinta, karena saya selalu berprinsip cinta itu bisa ditumbuhkan setelah pernikahan. Intinya saya tidak pas dengannya, dan seperti ada dorongan yang sangat kuat untuk menolaknya.
Suatu ketika saat saya lelah dengan urusan hati ini, dalam satu tahajud saya berdoa dengan penuh kepasrahan dan keikhlasan yang seikhlas-ikhlasnya tanpa ada todongan serta pemaksaan kepada Allah agar saya di jodohkan dengan si anu atau si anu. Posisi hati saya begitu netral. Kira-kira begini doanya :
“Ya Allah… berikan saya jodoh yang terbaik menurutmu, baik bagi agamaku, akhiratku dan masa depanku. Pokoknya hamba pasrahkan kepadaMu..”
Apa yang terjadi???
Doa super ikhlas itu terjawab begitu singkat. Esok harinya adik saya menelepon, memberitahuku bahwa seorang ikhwan yang 2 tahun lalu pernah memberikan biodata ta’arufnya padaku, yang biodata serta fotonya itu saya buang mentah-mentah, dan saya pun menolaknya karena urusan yang tidak syar’I malah kembali menawarkan ta’aruf. Padahal… saya pernah menolaknya, menghinanya, dan kami tidak pernah bertemu sama sekali, tidak pernah berkomunikasi dan terlebih saya tidak pernah terlintas untuk mengingat-ingatnya sama sekali (jujur saya sudah lupa dengan ikhwan ini). Namun entah kenapa ikhwan ini malah kembali mengajak ta’aruf setelah sekian lama, padahal saat ini dia bisa saja mencari atau memilih akhwat lain. Tapi dia malah kembali padaku .. ah, terharu… prikitiw!
Seperti ada kekuatan maha dahsyat yang menggerakan hati kami dan proses yang kilat. Ya, kami hanya butuh 3 bulan sampai pada pernikahan, dengan proses yang mendapatkan kemudahan. Padahal saat itu sebuah musibah terjadi, yakni Bapak yang tiba-tiba kena serangan jantung. Sempat berfikir untuk mengurungkan niat pernikahan, dengan alasan masih dalam keadaan prihatin atas kejadian yang bapak alami. Saya berfikir, biaya bapak tidaklah sedikit. Namun keajaiban terjadi, Askes yang dimiliki bapak sangat bermanfaat. Operasi dan biaya rumah sakit bapak ditanggung Askes.
Namun, saya masih terjebak dalam fikiran untuk mundur dari pernikahan, mungkin untuk beberapa tahun ke depan, sampai kondisi rumah dan keluarga kembali kondusif. Entah… entah kekuatan apa yang menggerakan semuanya, hingga berbagai rintangan bisa diterjang. Apakah aku mencintainya? Jawabannya tidak sama sekali, namun ada sesuatu keyakinan yang kuat…
Akad nikah pun terlaksana… setelah apa yang sebelumnya terjadi… jika Allah berkehendak maka “Kun Fayakun” “ maka jadilah!”… langsung saya tersadar oleh kilasan kenangan 5 tahun silam.
Saat di sebuah toko di dekat kampus, saya menemukan sebuah buku yang berjudul Cinta yang terlambat, di sampul buku tersebut tertulis kata yang sudah begitu membuat saya jatuh cinta sampai hari ini..
“Sebagian orang berdoa agar mereka bisa menikahi lelaki yang mereka cintai, doaku sedikit berbeda, dengan lembut aku memohon kepada tuhan agar aku mencintai laki-laki yang aku nikahi..”
Keajaiban ke tiga adalah saat saya harus di rawat karena terkena Hiperemesis, usia kehamilan saat itu 4 bulan. Tanpa gengsi saya akan katakan di sini, suami saya saat itu masih karyawan kontrak di perusahaan BUMN. Tentulah gaji yang didapatkan jauh dengan karyawan tetap. Terlebih kami LDR an karena saya pun masih terikat kontrak di salah satu sekolah swasta.
“Kang, gimana untuk biaya rumah sakit? Aku takut tabungan kita tidak cukup. Apalagi itu untuk lahiran nanti, masa harus kepakai..” tanyaku sambil mata berkaca-kaca.
“sudahlah, kamu jangan pikirkan soal biaya..” hanya itu jawaban yang selalu di jawab oleh suami.
5 hari di rawat.. tibalah penebusan dosa eh, adiminitrasi maksudnya.
“berapa kang semuanya?” Tanyaku.
“ dua juta empat ratus, Alhamdulillah dapat tambahan rezeki kemarin” jawabnya.
“dari mana?” aku bertanya heran.
“temanku, dia minta bantuan untuk menyelesaikan masalah laporan pajak yang tertunda selama 2 tahun. Untuk ucapan terima kasihnya dia memberikan upah..”
“alhmdulillah..” sungguh, doa dan kecemasanku terjawab.
“insya allah, bulan depan juga dapat rembesan dari perusahaan..” itu lebih menenangkanku.
Ya… benar menurut firman Allah swt.. “berdoalah, niscaya aku kabulkan..”
Lantas, masihkah kita mengabaikan kekuatan doa???

Rancaekek, 27 Januari 2015.
Maryanah_strong.


Rabu, 13 Maret 2013

Belia “beli”-an

“pasti kamu sedih..” ucap Sali sangat datar. Dia berusaha tak menampakan perasaannya.
“Udah jelaslah sal, kemarin malam aku sama dia berantem.. emang sih masalahnya sepele, tapi gak tau kenapa dia suka minta putus-putus gitu, kadang dia nuduh aku yang nggak-nggak, padahal harus gimana lagi supaya dia percaya sama aku..” jelas Arya panjang lebar.
Suasana mendadak sepi. Sali terdiam.
“Lho, kamu malah diam?” Tanya Arya. Sali menggeleng kepalanya.
“udah ah ah, aku mau pulang duluan” Arya pergi dengan muka yang kacau. Dia meninggalkan Sali sendirian dibawah rindang pohon Flamboyan di halaman sekolah.
Ada butiran air mata mengiringi kepergian Arya. Seandainya dia tahu yang sebenarnya…
Satu persatu daun kering berguguran bersama hembusan angin, matahari sudah mulai terbenam namun Sali masih tak mau beranjak dari tempatnya. Dia masih saja menangis, sedih akan sikap Arya.


**

“Cit, kamu tau gak kalo udah 3 hari ini Arya sakit?” Tanya Sali. Citra menatapnya lurus.
“terus? Apa salah gua kalo dia sakit?!” jawab Citra sinis. Sali membalas tatapan itu.
“kalo iya, gimana?” Citra diam.
“bukannya kalian pacaran? Tapi kenapa lo gak pernah perhatian sama Arya?!” kata Sali nadanya sedikit meninggi. Dia kesal dengan cewek itu.
2 mata saling memandang, keduanya tetap tak mau mengalah. Beberapa menit kemudian.
“kamu ikut aku sekarang!” Sali segera menyambar tangan Citra.
“ih… apa-apan sih! Norak banget sih lo! Lepasin tangan gua!” namun Sali tetap membawa citra kesuatu tempat. Citra tetap berontak.
“kamu tunggu disini” pinta Sali.
Dengan kesal Citra menunggu diluar sebuah Wartel dekat sekolah. Tak lama kemudian
“Cit, sini masuk”
Citra menghampiri dengan sedikit kebingungan.
“Nih, Arya mau ngomong” Sali menyerahkan gagang telepon itu pada Citra.
Entah apa yang mereka bicarakan, yang jelas hati Sali sangat sakit. Namun dia lakukan itu untuk Arya, cowok yang disukainya. Karena tak tahan akan menangis Sali segera pergi menuju kelas meninggalkan Citra dan Arya.

**

“Sal ada surat!” panggil neneknya Sali. Pasti dari kedua orang tuanya. Yah, selama SMA ini Sali memang terpisah dari ibu dan bapaknya untuk sekolah. Sali sebenarnya berasal dari sebuah desa terpencil di Garut.
Sudah setumpuk surat dari ibu bapaknya yang tersimpan rapi dilemari usang Sali. Kali ini entah apa isinya. Perlahan-lahan ditengah cahaya lampu 5 watt yang temaram Sali membuka surat itu.
“Sali, apa kabarmu nak? Ibu dan bapak sudah kangen, kelima adikmu juga sangat ingin bertemu denganmu.
Anakku Sali, kamu adalah anak kami yang palng besar. Semula kami ingin menyekolahkan kamu hingga perguruan tinggi tapi kami adalah orang tua yang miskin, begitu banyak hutang dimana-mana.
Maafkan kami anakku, jika kami terpaksa memintamu untuk berhenti sekolah. Kami butuh orang yang ikut membantu untuk menambah penghasilan. Sangat berat hati kami minta kamu pulang ke garut nak!...”
Lagi-lagi air mata Sali jatuh, dia tak kuasa untuk membaca lagi surat itu. Jika dia putus sekolah maka cita-citanya menjadi guru akan hilang, dan itu juga berarti dia akan berpisah dengan Arya. Sahabat sekaligus cowok yang disukainya.
“kenapa hidup tak adil begini?” Tanya hati Sali. Surat itu basah oleh butiran air mata Sali.
Dia tak buru-buru untuk bercerita pada sang nenek.

**

“Arya, aku mau ngomong sesuatu” ajak Sali. Arya menoleh. Dia tersenyum pada Sali dengan senyuman yang manis. Sali sedikit tertunduk.
“sini aja, tapi jangan lama-lama yah.., aku udah ada janji sama Citra” Sali mengangguk.
“a.. a…aku harus pulang nih ke Garut” kata Sali.
“oh pulang kampung? Ya udah hati-hati yah Sal, pulangnya bawa Cokodot yah hehehe..” Arya terkekeh.
“bukan, begini maksudku itu…”
“Arya!” panggil seseorang memotong ucapan Sali. Yup, dia Citra.
“aduh sory yah Sal, ntar kita sambung lagi, kalo kelamaan si dia bisa marah..” kilah Arya, segera langkahnya melaju meninggalkan Sali yang diam berdiri mematung. Sosok Arya yang berlari dia simpan kuat di ingatannya.
“selamat tinggal ya…, semoga kamu bahagia selamanya” kali ini Sali tak menangis, meski dadanya sakit dan terasa pengap.
Matanya masih mengamati Arya yang tengah mencubit mesra pipi Citra lalu memegang tangannya. Menuntun ke tempat parkir motor.
“sudahlah sal, kamu gak boleh sedih terus..” bisik hatinya.
Sesudah Arya dan Citra pergi diapun segera berpamitan pada guru-guru disekolah, terutama guru Matematika kesayanganya, Bu Dika.
“sayang… sebenarnya ibu gak rela kamu putus sekolah” air mata Bu Dika tak mau berhenti. Ada keharuan menyeruak diruangan guru itu.
“tetap optimis ya anakku..” lanjut kata Bu Dika. Sali menangis sejadinya dipelukan Bu Dika.
Hari itu Sali pergi naik angkot, jika biasanya dia jalan kaki, itu karena hari ini dia ingin segera pergi meninggalkan sekolahnya yang begitu berbekas dihatinya.

**

“sal, kamu harus tabah ya! Kita beda sama orang-orang kaya sana. Bisa makan enak, bisa jajan dan sekolah. Nah kalo kita orang miskin begini. Kalo sekolah ya mana mungkin bisa buat makan” ucap neneknya berusaha menghibur.
Dibawah bantal yang sudah lapuk dan lepet air mata Sali berjatuhan bak hujan deras, dia menangis sesegukan, dadanya terasa pengap. Dia ingin sepert yang lainnya, melanjutkan sekolah.
“tapi nek, apa orang miskin seperti kita dilarang punya mimpi?!” Tanya Sali.
‘kamu punya mimpi apa sih sal? Yang penting buat kita bisa makan”
“itu bohong, setiap manusia berhak buat punya impian nek…gimana bisa maju hidup kita kalo Cuma berkutat sama makan!” balas Sali. Sang nenek tak menjawab.

**

Di bis yang pengap dan panas juga berdesak-desakan Sali berhimpitan dengan sepasang anak muda-mudi yang tengah bermesraan. Dia kesal sekali pada mereka, mengingatkan saja pada Arya dan Citra.
“ah apa kabar dengan mereka? Bagaimana Arya sekarang? Apa dia sedih dengan kepergiaanya? Ah, tentunya tak mungkin, jika Citra yang pergi baru dia sedih” fikirnya.
Perjalanan yang cukup melelahkan mengantarkannya pada desa tempat kecilnya itu, sebuah desa yang terbentang pesawahan yang luas, sejuk, disisi jalan berjajar pohon pisang. Matahari sore menyorot bayangan tubuhnya yang kecil semampai. Kulitnya yang bersih seakan emas yang berkilauan. Tinggal beberapa meter lagi dia sampai dirumah.
Namun yang disaksikannya adalah rumahnya yang telah disegel. Kosong dan telah usang, banyak debu serta tulisan “DISITA’.
“kemana bapak dan ibu?” Tanya nya bingung. Lalu seorang tetangga memanggilnya.
“duh, neng Sali.. rumah itu udah di ambil oleh juragan koswara. Keluarga neng udah pindah ke kontrakan bu Yati” tanpa pikir panjang lagi Sali segera berlari menuju kontrakan.

**

“Cit, kamu tega banget yah! Kita belum putus juga kenapa kamu udah selingkuh sama Kak Rio?!” teriak Arya sangat marah.
“lo mestinya nyadar, gue mau pacaran sama lo karena kasian aja!”
Bruk!! Dunia serasa runtuh bagi Arya. Tiba-tiba dia mengingat Sali.

**

“sayang… sudilah kamu terima tawaran ibu dan bapakmu ini! Ibu mohon!” desak ibu Sali.
“tapi… ni gak adil bu. Kemarin dalam surat ibu bilang buat nyuruh bantu kerja, tap kok sekarang malah maksa-maksa Sali buat mau nikah!” elak Sali.
“tapi kami terdesak, coba kalau kami terus terang pasti kamu gak mau pulang..” jawab ibunya.
“kami mohon Sali, hutang kita udah terlalu banyak…”
Sali segera beranjak pergi keluar dari kontrakan itu. Ditengah hujan deras.
“Sali…! Sali…! Mau kemana kamu.. kembali nak!” teriakan itu tak digubris.
Langkah kaki Sali melesat menerjang hujan deras dan menembus jalan yang buruk diantara kebun singkong. Entah akan kemana dia, yang pasti hatinya sangat sakit.
Saat lelah, kakinya terseok batu dan terjatuh. Air matanya tak bisa lagi dibedakan dengan air hujan. Tubuhnya basah dan kedinginan, namun dia tak peduli itu, dia hanya ingin keadaannya berubah tak seperti ini.

**

“perempuan itu yang penting dalam hidupnya yah nikah sama laki-laki baik dan kaya. Pasti bahagia”
“buat apa sekolah tinggi-tinggi, toh ntar juga ngulek sambel lagi”
“kubur mimpi mu nak, gak usah pengen nikah sama yang kita cintai, perempuan lebih baik dicintai biar nanti terjamin hidupnya.”
Puluhan kata-kata masuk ditelinganya.
“Untuk seperti itukah hidup perempuan diciptakan?
Begitu rendahkah perempuan untuk sekedar dihargai dan didengar hatinya?
Tabukah perempuan mempunyai impian untuk maju?
Haramkah tangan kami menyentuh kertas dan pena?
Benarkan kami, para perempuan diciptakan hanya untuk melayani dan melahirkan?
Tak pantaskah kami untuk meraih cinta-cinta yang kami anggap patut untuk kami dapatkan juga?”

Hari itu Sali bersanding dengan anak juragan Koswara. Sehingga lunaslah hutang keluarganya. Dalam lubuk hati Sali, dia seperti gadis belian, yang punya “harga” untuk dpasarkan, dibeli, lunas dan dimiliki. Padahal diapun punya impian dan cinta yang tak mungkin bisa ada “harga’’ untuk membelinya.
Namun dia berjanji kelak, anak perempuannya tak akan mengalami kepedihan seperti ini. Sepert dirinya dan perempuan-perempuan lain didesanya. Anak perempuannya harus sekolah tinggi dan punya cita-cita, juga berhak untuk mendapatkan cinta.

**

Arya tertegun saat melihat Sali yang menyapu halaman rumah yang luas, dia tertegun melhat perut Sali yang besar. Itukah Sali sekarang?
Arya menyesal…
Sangat menyesal …

By: maryanah_strong.
Rancaekek, 13 Maret 2013.
Pukul 17;12.

“Dibalik kodrat kita, jangan menyerah jika kita punya mimpi, punya potensi dan juga punya cinta, karena… Setiap perempuan berhak bahagia”